7 PERSAHABATAN

Senin, 31 Maret 2008
posted by rini @ 22.56   0 comments
HUBUNGAN STATUS GIZI IBU, KONDISI FISIK IBU DAN EFISIENSI REPRODUKSI

Status gizi wanita merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan. Rendahnya status gizi dapat mengakibatkan kualitas fisik yang rendah dan berpengaruh pada efisiensi reproduksi. Semakin tinggi status gizi seseorang, maka semakin baik pula kondisi fisiknya, sehingga secara tidak langsung mempengaruhi efisiensi reproduksi. Status gizi wanita, terutama pada usia subur, merupakan elemen pokok dari kesehatan reproduksi sebelum dan selama hamil yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin dikandungnya, yang pada akhirnya berdampak terhadap masa dewasanya. Bila status gizi ibu normal sebelum dan selama hamil kemungkinan besar akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal bila tingkat kesehatan (kondisi fisik) dan gizinya berada pada kondisi yang baik, karena janin di dalam kandungan merupakan hasil interaksi antara potensi genetik dan lingkungan introuterin (Krisdinamurtirin, 1990). Pada umumnya, ibu hamil dengan kondisi kesehatan yang baik, dengan sistem reproduksi yang normal, tidak sering menderita sakit dan tidak ada gangguan pada masa pra-hamil maupun pada saat hamil, akan menghasilkan bayi yang lebih besar dan sehat dari pada ibu yang kondisinya tidak seperti itu. Kurang gizi kronis pada masa anak-anak dengan atau tanpa sakit yang berulang, akan menyebabkan bentuk tubuh yang stunting atau kuntet pada masa dewasa. Ibu yang kondisi seperti ini sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas rendah dan kematian tinggi, lebih lagi jika si ibu menderita anemia. Perbaikan gizi dan kesehatan pada ibu-ibu dinegara maju terlihat dalam pertambahan tinggi badan (TB) dan berat badan (BB) orang dewasa dibandingkan dengan negara berkembang. Keadaan ini mempengaruhi berat lahir bayi yang berbeda secara bermakna (Soetjiningsih, 1998).

Peranan mikronutrien sangat penting terhadap kesehatan reproduksi ibu, karena fungsinya di dalam sistem imunitas. WHO memperkirakan 80% kematian ibu disebabkan oleh penyebab langsung (pendarahan, infeksi, eklamsia, partus macet, dan aborsi) dan 20% penyebab tidak langsung termasuk anemia, malaria dan penyakit jantung. Kematian ibu ini dikaitkan dengan berbagai status gizi (Achadi, 2007). Salah satu teori yang menjelaskan tentang pengaruh status gizi ibu hamil terhadap janin yang dikandungnya adalah teori yang dikenal dengan nama “Fetal Programming”. Menurut teori tersebut, seorang ibu hamil yang mengalami malnutrisi atau kekurangan gizi akan menyebabkan fetus yang dikandungnya mendapat asupan makanan yang kurang terhadap pertumbuhannya. Ibu yang kurang gizi pada umumnya mempunyai kapasitas fisik yang kurang optimal yang akan berpengaruh terhadap kapasitasnya dalam memberikan pelayanan secara optimal pada keluarga terutama janin yang dikandungnya. Hal ini dapat menimbulkan penyakit yang kronis yang di derita si kecil pada masa depan. Saat seorang wanita menjalani kehamilan, akan terjadi perubahan fisiologis, berat badan dan basal metabolisme tubuh akan meningkat. Bersamaan itu, akan terjadi mekanisme adaptasi di dalam tubuh ibu. Penambahan berat badan di masa akhir kehamilan biasanya disebabkan karena pertumbuhan fetus (e.g. 3 kg), pertumbuhan ditubuh ibu yang meliputi uterus, plasenta, air ketuban, air dan darah (e.g. 4 kg) dan persediaan lemak (e.g. 3 kg) (Inayati, 2006).

Di Negara berkembang, termasuk Indonesia, masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dan merupakan penyebab kematian ibu dan anak secara tidak langsung yang sebenarnya masih dapat dicegah. Angka kematian ibu dan bayi serta bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) yang tinggi pada hakekatnya juga ditentukan oleh status gizi ibu hamil. Ibu hamil dengan status gizi buruk atau mengalami KEK (kurang energi kronis) cenderung melahirkan bayi BBLR dan dihadapkan pada resiko kematian yang lebih besar dibanding dengan bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan berat badan yang normal. Sebagai respon terhadap pertumbuhan janin dan plasenta yang cepat serta kebutuhan-kebutuhan yang semakin meningkat, wanita hamil mengalami perubahan metabolik. Sebagian besar pertambahan berat badan selama hamil dihubungkan dengan uterus dan isinya, payudara, berubahnya volume darah serta cairan ekstrasel ekstravaskuler. Penambahan berat badan yang lebih kecil adalah akibat perubahan metabolik yang menyebabkan bertambahnya air dalam sel dan penumpukan lemak dan protein baru.

Mahadevan (1986) mengatakan bahwa kondisi psikologis status gizi, perubahan berat badan ibu dan pertumbuhan fisiknya berpengaruh besar pada hasil dari kehamilannya dan pada akhirnya berpengaruh pada kelangsungan hidup bayi tersebut. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap berat badan bayi antara lain faktor demografi, perilaku dan lingkungan, pelayanan medis dan faktor biomedis yaitu berat badan ibu, tinggi badan ibu, lingkar lengan atas (LILA) ibu, umur ibu, paritas, riwayat kelahiran terdahulu, kadar Hemoglobin (Hb) dan tekanan darah ibu sewaktu hamil (Latief, 1997). Selama ini cara yang dipergunakan untuk mengukur status gizi ibu hamil atau merupakan indikator status gizi ibu hamil adalah pertambahan berat badan selama kehamilan, yang berkisar pada masa tubuh ibu sebelum hamil. Pundyastuti (1995) menyatakan bahwa berat badan bayi dipengaruhi pula oleh status gizi ibu.

Pemeriksaan antropometrik dapat digunakan untuk menentukan status gizi ibu hamil misalnya dengan cara mengukur berat badan sebelum hamil, tinggi badan, indeks massa tubuh, dan lingkar lengan atas (LILA). Cara tersebut merupakan cara yang sederhana dan mudah dikerjakan oleh siapa saja tetapi tidak bisa dipakai untuk memantau status gizi dalam waktu pendek, namun cara ini dapat digunakan dalam deteksi dini dan menapis risiko BBLR. Penilaian yang lebih baik untuk menilai status gizi ibu hamil yaitu dengan pengukuran LILA, karena pada wanita hamil dengan malnutrisi (gizi kurang atau lebih) kadang-kadang menunjukkan odem tetapi ini jarang mengenai lengan atas. Standar LILA yang dipakai di Indonesia adalah bila LILA <>
posted by rini @ 22.26   0 comments
Rabu, 26 Maret 2008
3 Domain Perilaku

METODE PENGUKURAN 3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU DALAM KESEHATAN

1. PENGETAHUAN (Knowladge)

Pengetahuan merupakan hasil ingin tahu dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi pada panca indera manusia. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

a. Kesadaran (Awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek).

b. Merasa tertarik (Interest) terhadap stimulus atau obyek tersebut, disini sikap subyek sudah mulai terbentuk.

c. Menimbang-nimbang (Evaluation) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Uji coba (Trial) dimana subyek mulai mencoba melakukan sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adopsi (Adoption), dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Metode pendidikan untuk mengubah domain perilaku yaitu pengetahuan dapat dilakukan dengan cara ceramah, kuliah, presentasi, wisata karya, curah pendapat, seminar, studi kasus, tugas pembaca, simposium, diskusi panel dan konferensi.

Skala pengukuran untuk mengetahui domain perilaku yaitu pengetahuan dapat dilakukan melalui kategorisasi model distribusi normal dengan batasan kategori skala berdasarkan mean skor skala (M), deviasi standar dengan (s), skor minimum (Xmin) dan skor maksimum (Xmaks). Kategori variabel yaitu tinggi, sedang dan rendah. Sebagai contoh respon pengetahuan penerimaan penempatan dokter spesialis ikatan dinas di masyarakat dengan kategori variabel pengetahuan dapat dilihat pada Tabel 1.

Contoh lain yaitu menggunakan variabel terikat seperti pengetahuan yaitu pengetahuan tentang pengertian stimulasi, manfaat stimulasi, macam stimulasi, contoh-contoh stimulasi, pentingnya bermain, pengaruh lingkungan dan faktor yang berperan dalam perkembangan anak, dengan pengelompokkan kategori: 1. buruk (menjawab tahu ≤ 2 dari 10 pertanyaan), 2. kurang (menjawab tahu 3-5 dari 10 pertanyaan), 3. baik (menjawab tahu > 5 dari 10 pertanyaan).

2. SIKAP (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau obyek. Berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Newcomb salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap itu merupakan suatu aksi tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Allport (1954) mengatakan sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek

b. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek

c. Kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Suatu contoh misalnya, seorang ibu telah mendengar penyakit polio (penyebabnya, akibatnya, pencegahannya, dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berfikir dan berusaha supaya anaknya tidak terkena polio. Dalam berfikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat akan mengimunisasikan anaknya untuk mencegah anaknya terkena polio. Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni :

1. Menerima (receiving) yaitu subyek mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan obyek.

2. Merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Terlepas jawaban dan pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (valuing) yaitu mengajak orang lain mengerjakan atau mendiskusikan terhadap suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya merupakan tingkat sikap yang paling penting.

Metode pendidikan untuk mengubah domain perilaku yaitu sikap dapat dilakukan dengan cara diskusi kelompok, tanya jawab, role playing, pemutaran film, video, tape recorder, simulasi dan bimbingan penyuluhan.

Skala pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan-pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden (sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju). Sebagai contoh sikap yaitu setuju tidaknya pemberian stimulasi dalam pengasuhan anak merupakan tugas orang tua, setuju tidaknya seorang bayi perlu kasih sayang dan belaian, setuju tidaknya bermain diperlukan oleh anak balita, setuju tidaknya stimulasi sejak dini akan membuat anak cepat berkembang, setuju tidaknya anak yang tidak distimulasi akan lambat perkembangannya, setuju tidaknya lingkungan keluarga berperan dalam memberikan stimulasi, dengan pengelompokkan Kategori : 1. buruk (menjawab ya ≤ 2 dari 6 pertanyaan), 2. kurang (menjawab ya 3–4 dari 6 pertanyaan), 3. baik (menjawab ya 5-6 dari 6 pertanyaan).

3. PRAKTEK DAN TINDAKAN (Practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlakukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sebagai contoh: sikap ibu yang sudah positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut dapat mengimunisasikan anaknya. Tingkat–tingkat praktek meliputi:

1. Persepsi (perception) yaitu mengenal dan memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon terpimpin (guided respons) yaitu dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (mechanism) yaitu apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau suatu ide sudah merupakan suatu kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (adaptation) yaitu merupakan praktek yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakannya.

Metode pendidikan untuk mengubah domain perilaku yaitu praktek dan tindakan dapat dilakukan dengan cara latihan sendiri, bengkel kerja, demonstrasi, eksperimen dan self monitoring.

Skala pengukuran untuk mengetahui domain perilaku yaitu praktek dan tindakan dapat dievaluasi melalui kegiatan medis. Seseorang akan terlibat dalam kegiatan medis karena 3 alasan pokok yaitu: (1) Untuk pencegahan penyakit atau pemeriksaan kesehatan pada saat gejala penyakit belum dirasakan (perilaku sehat); (2) untuk mendapatkan diagnosis penyakit dan tindakan yang diperlukan jika ada gejala penyakit yang dirasakan (perilaku sakit); dan (3) untuk mengobati penyakit, jika penyakit tertentu telah dipastikan, agar sembuh dan sehat seperti sediakala, atau agar penyakit tidak bertambah parah (peran sakit).

REFERENSI

Ali, Zaidin. 2000. Dasar-dasar pendidikan kesehatan masyarakat.

Hariweni, T. 2003. Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Ibu Bekerja Dan Tidak Bekerja Tentang Stimulasi Pada Pengasuhan Anak Balita. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera Utara.

Notoatmodjo, S. 2003. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta. Rineka Cipta.

Setiyabudi, R. 2008. Pendidikan Kesehatan Masyarakat.

S. R. Mustikowati1, Laksono Trisnantoro, Andreasta Meliala. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Penempatan Dokter Spesialis Ikatan Dinas (Influencing Factors To The Placement of Contracted Specialist Doctors). Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan volume 09 No. 02 Juni l 2006 Halaman 58 – 64.



posted by rini @ 20.22   0 comments
About Me

Name: rini
Home:
About Me:
See my complete profile
Previous Post
Archives
Shoutbox

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.

Links
  • link 1
  • link 2
  • link 3
  • link 4
Powered by

Free Blogger Templates

BLOGGER